Senin 26 Dec 2022 23:05 WIB

AS, Korsel, dan Ancaman Nuklir Korut

DK PBB sejak 2006 telah menjatuhkan sembilan sanksi kepada Korut terkait nuklir.

 Sebuah foto tak bertanggal yang dirilis pada 10 Oktober 2022 oleh Kantor Berita Pusat Korea Utara (KCNA) resmi menunjukkan unit Tentara Rakyat Korea (KPA) untuk operasi nuklir taktis menggelar latihan militer yang dilakukan untuk memeriksa dan menilai pencegah perang dan kemampuan serangan balik nuklir negara tersebut, di tengah latighan militer gabunan yang sedang berlangsung yang melibatkan pasukan AS dan Korea Selatan di perairan dekat Semenanjung Korea. Korea Utara melakukan latihan dari 25 September hingga 09 Oktober, dan meluncurkan beberapa rudal balistik untuk menguji kemanjuran kemampuan persenjataan nuklir taktis negara tersebut.
Foto:

Ancaman perang nuklir

Saat ini diperkirakan terdapat hampir 13.000 hulu ledak nuklir di seluruh dunia, 9.600 di antaranya berstatus aktif alias siap diluncurkan kapan saja. Lebih dari 90 persen hulu ledak itu dikuasai Rusia dan AS, sisanya oleh tujuh negara lain: China (350), Prancis (290), Inggris (225), Pakistan (165), India (156), Israel (90), dan Korut (50).

Dari sembilan negara itu, hanya lima yang terikat oleh Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT) 1968. Pakistan, India, dan Israel tidak pernah menekennya, sedangkan Korut keluar dari perjanjian itu pada Januari 2003.

Tidak terikat lagi oleh NPT, Korut merasa bebas mengembangkan persenjataan nuklirdengan dalih membela diri. "Uji coba rudal kami adalah sebuah tindakan bela diri yang normal dan terencana untuk melindungi keamanan negara kami dan perdamaian di kawasan dari ancaman militer AS secara langsung," tulis kantor berita resmi KCNA, mengutip seorang pejabat Korut.

Pernyataan Korut semacam itu biasanya merujuk pada latihan-latihan perang yang kerap digelar oleh AS dan Korsel di sekitar Semenanjung Korea. Pada Oktober lalu, misalnya, AS dan Korsel menggelar latihan perang laut yang melibatkan kapal induk bertenaga nuklir USS Ronald Reagan.

Kim Jong Un menegaskan bahwa dalam hal pengembangan senjata nuklir, dirinya "tidak akan pernah menyerah". Sang adik pernah menolak tawaran bantuan kemanusiaan dari Seoul jika Pyongyang mau kembali berunding soal denuklirisasi.

"Tak seorang pun sudi menukar takdirnya dengan kue jagung," kata Kim Yo Jong.

Aksi-reaksi dalam konflik di semenanjung itu berpotensi menimbulkan salah paham, terlebih jika menyeret negara lain yang juga memiliki senjata nuklir seperti AS.

Apalagi, Korut bulan lalu sudah mengeluarkan peringatan bahwa mereka tak akan segan-segan menggunakan kekuatan nuklirnya untuk menghadapi "ancaman AS".

"Kim Jong Un menyatakan dengan sungguh-sungguh bahwa jika musuh terus menimbulkan ancaman? partai dan pemerintah kami akan tegas membalas nuklir dengan nuklir dan membalas konfrontasi total dengan konfrontasi habis-habisan," tulis KCNA, mengutip seorang pejabat Korut.

 

Jika ketegangan seperti ini terus berlangsung dan tak ada upaya untuk meredakannya, bukan tidak mungkin akan terjadi konflik lebih luas yang melibatkan negara-negara lain, seperti perang di Ukraina. Jika konflik itu terjadi dan melibatkan senjata nuklir, efeknya akan lebih mengerikan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement