Rabu 20 Sep 2023 07:53 WIB

Biden Imbau Pemimpin Dunia Dukung Ukraina

Biden dapat tepuk tangan saat sebut AS dan sekutu akan dukung perjuangan Ukraina

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Markas PBB di New York, AS
Foto: VOA
Markas PBB di New York, AS

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengimbau para pemimpin dunia di Majelis Umum PBB untuk mendukung Ukraina melawan Rusia. Biden juga berharap Partai Republik di Kongres juga akan memperhatikan persoalan ini.

“Rusia percaya bahwa dunia akan menjadi lelah dan membiarkannya melakukan tindakan brutal terhadap Ukraina tanpa konsekuensi apa pun.  Rusia sendiri yang memikul tanggung jawab atas perang ini. Rusia sendirilah yang mempunyai kekuatan untuk segera mengakhiri perang ini," kata Biden dalam pidatonya di Majelis Umum PBB, Selasa (19/9/2023).

Baca Juga

Biden mendapat tepuk tangan ketika mengatakan bahwa Amerika Serikat dan sekutunya akan mendukung perjuangan Ukraina untuk kebebasan. “Jika kita membiarkan Ukraina terpecah, apakah kemerdekaan negara mana pun akan aman?" ujar Biden.

Dalam pidatonya, Biden mengatakan invasi Rusia ke Ukraina yang dimulai pada Februari 2022 melanggar Piagam PBB, yang prinsip utamanya adalah penghormatan terhadap kedaulatan dan integritas wilayah.  Pernyataan Biden senada dengan pernyataan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, yang mengatakan invasi Rusia telah menimbulkan kengerian.

Pidato Biden pada pertemuan tahunan tersebut merupakan acara utama dari kunjungan tiga harinya ke New York. Biden dijadwalkan bertemu dengan para pemimpin lima negara Asia Tengah, serta para pemimpin Israel dan Brasil. 

Biden menjadikan penggalangan dana sekutu AS untuk mendukung Ukraina sebagai komponen utama kebijakan luar negeri AS, dengan alasan dunia harus mengirimkan sinyal yang jelas kepada Presiden Rusia Vladimir Putin bahwa ia tidak akan mampu bertahan lebih lama dari Barat. Biden mendapat kritik dari beberapa anggota Partai Republik yang menginginkan Amerika Serikat mengeluarkan lebih sedikit uang untuk bantuan militer ke Ukraina.

Mantan presiden Donald Trump telah berjanji untuk segera mengakhiri perang di Ukraina jika kembali berkuasa pada 2024. Trump telah menyuarakan skeptisisme mengenai keterlibatan Washington dengan sekutu tradisionalnya, termasuk NATO. Trump bahkan melontarkan pujian kepada Putin.

Ketua House of Representatives AS, Kevin McCarthy, yang tokoh Partai Republik terkemuka di Washington, mempertanyakan apakah Amerika Serikat harus terus mengirimkan persenjataan bernilai miliaran dolar ke Ukraina. Menurut survei Reuters/Ipsos pada Juni, mayoritas warga Amerika mendukung penyediaan persenjataan ke Ukraina untuk mempertahankan diri dari Rusia. Mereka percaya bahwa bantuan tersebut menunjukkan kepada Cina dan negara-negara pesaing AS lainnya bahwa mereka ingin melindungi kepentingan dan sekutu AS.

Amerika Serikat sedang mempersiapkan paket bantuan militer baru untuk Ukraina. Kongres telah diminta untuk menyetujui anggaran bantuan keamanan tambahan senilai miliaran dolar untuk sisa tahun ini.

"Kami yakin akan ada dukungan bipartisan untuk hal ini. Saya pikir Presiden Zelenskiy juga melakukan hal yang sama," kata penasihat keamanan nasional Gedung Putih, Jake Sullivan kepada wartawan.

Usai pidatonya di Majelis Umum PBB, Biden dijadwalkan bertemu Guterres untuk membahas isu-isu penting di dunia. Biden akan menghadiri pertemuan puncak dengan presiden lima negara Asia Tengah yaitu Kazakhstan, Republik Kyrgyzstan, Tajikistan, Turkmenistan dan Uzbekistan.

Pada Rabu (20/9/2023), Biden akan bertemu dengan Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva dan bergabung dengannya dalam sebuah acara bersama para pemimpin buruh dari Brasil dan Amerika Serikat. Pada hari yang sama, Biden akan mengadakan pertemuan tatap muka pertamanya dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

Sullivan mengatakan, Biden dan Netanyahu akan membahas visi untuk kawasan yang lebih stabil dan sejahtera serta terintegrasi. Kedua pemimpin juga akan membandingkan catatan mengenai cara efektif melawan dan menghalangi Iran. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement