Ahad 24 Jan 2021 19:15 WIB

Warga Uighur di Turki Khawatir, Rindukan Kerabat di China

Warga Uighur di Turki ingin mencari tahu tentang kerabat mereka

Red: Nur Aini
Warga Uighur di Turki ingin mencari tahu tentang kerabat mereka

Ilyasoglu kemudian mengetahui bahwa saudara iparnya Abdurrehman Kuerwanjiangin juga dibawa ke kamp bersama dengan empat teman lainnya.

“Saya tidak dipenjara tetapi saya merasa seperti yang mereka rasakan. Melalui kamp-kamp ini, China melakukan kejahatan. Tidak ada definisi lain dari ini,” kata dia sambal menangis.

"Meskipun pemerintah China selalu mengklaim bahwa wilayah Xinjiang adalah bagian dari China, mereka tidak pernah memandang orang-orang yang berada di sana sebagai warga negaranya sendiri," keluh Ilyasoglu.

Di antara mereka yang dibawa ke kamp kontroversial China, kata dia, mereka mengenal kerabat dari teman-teman mereka, seperti pria tua berusia 90 tahun ke atas dan anak-anak berusia dua tahun.

Anak-anak dipisahkan secara paksa, kata Ilyasoglu, mengutip informasi yang dia terima dari daerah tersebut.

Sementara itu, menurut Turdiniyaz, hampir 8 juta orang dari populasi Muslim di Xinjiang telah ditahan di kamp-kamp "pendidikan ulang politik" yang meluas.

“Seorang teman saya yang telah lulus dari sebuah universitas di Turki meninggal di kamp itu,” kata Ilyasoglu sambil gemetar dalam kesedihan. Dia menambahkan bahwa dia mengkhawatirkan nyawa anggota keluarga dan teman-temannya.

Turdiniyaz, Vahit dan Ilyasoglu secara terpisah mendesak komunitas internasional, negara-negara dunia dan organisasi kemanusiaan untuk berbicara atas ketidakadilan dan perlakuan tidak manusiawi oleh pemerintah China terhadap kelompok Muslim Turki.

“Diam terhadap penindasan hanyalah cara untuk menyetujuinya,” kata Ilyasoglu.

Meskipun Ilyasoglu menyambut baik laporan tahunan Komisi Eksekutif Kongres AS untuk China (CECC) tahun 2020, dia mengatakan itu adalah pernyataan yang terlambat.

Menurut laporan CECC, China telah melakukan "kejahatan terhadap kemanusiaan dan kemungkinan genosida" terhadap Uighur dan komunitas minoritas Muslim lainnya di Provinsi Xinjiang.

Dia menambahkan bahwa pemerintah China dengan sengaja berupaya untuk menghancurkan Uighur dan keluarga minoritas lainnya, budaya dan kepatuhan agama.

Selain bukti baru dari kebijakan sistematis dan meluas dari sterilisasi paksa dan penindasan kelahiran terhadap Uighur dan populasi minoritas lainnya, ada setengah juta anak usia sekolah menengah dan dasar, dengan banyak di antaranya secara tidak sengaja dipisahkan dari keluarga mereka, menurut CECC.

“Semua tren ini harus dipertimbangkan ketika menentukan apakah pemerintah China bertanggung jawab atas kejahatan kekejaman - termasuk genosida - terhadap Uighur, Kazakh, dan etnis minoritas Turki dan mayoritas Muslim lainnya di China," tulis laporan itu.

Tinggal di Turki sejak 2009, Medine Nazimi, 37, juga merasa hancur, khawatir dan takut akan adik perempuannya yang berusia 34 tahun, Mevlude Hilal.

Nazimi, yang juga memperoleh kewarganegaraan Turki, mengatakan dia tidak tahu tentang kondisi saudara perempuannya selama lebih dari dua tahun.

Hilal, yang tinggal dan belajar di Turki dan memiliki kewarganegaraan Turki, awalnya dibawa pergi oleh pihak berwenang China pada 2017 tetapi dibebaskan pada 2019. Tak lama setelah dibebaskan, dia terpaksa meninggalkan putrinya yang saat itu berusia hampir dua tahun dan dibawa ke kamp pada 2019.

Nazimi mengatakan mereka tidak tahu sejak saat itu apa yang terjadi padanya. Putri Hilal sekarang berusia empat tahun dan tidak mengenal ibunya, juga tidak ingat baunya.

Nazimi kehilangan ibunya pada 2019 tak lama setelah saudara perempuannya ditahan.

“Bagaimana perasaan Anda jika Anda tidak berbicara dengan ibu Anda sendiri selama empat tahun dan kemudian suatu hari telepon berdering dan memberi tahu Anda bahwa dia sudah meninggal sekarang? Dan Anda bahkan tidak bisa pergi ke pemakamannya dan membayar bakti terakhir Anda,” tutur dia sambil menangis.

Nazimi memohon kepada pemerintah Turki dan Kementerian Luar Negeri untuk mencari tahu tentang Hilal dan membawanya kembali bersama putrinya ke Turki karena mereka adalah warga negara itu.

“Penghiburan tidak lagi cukup bagi kami. Kami tahu banyak yang lumpuh atau bahkan meninggal di kamp-kamp itu. Yang saya inginkan hanyalah saudara perempuan saya kembali ke Turki bersama putrinya. Saya ingin melihat keponakan saya dan memeluknya,” ungkap dia.

“Meskipun saya hidup di negara bebas, saya tidak merasa bebas. Hari-hari berlalu tanpa mengetahui tentang adik saya, saya tidak merasa bebas,” imbuh Nazimi.

Laporan Human Rights Watch 2018 merinci kampanye pemerintah China, yakni penahanan sewenang-wenang massal, penyiksaan, indoktrinasi politik paksa dan pengawasan massal terhadap Muslim Xinjiang.

China telah berulang kali membantah tuduhan bahwa mereka mengoperasikan kamp penahanan di wilayah otonom barat lautnya, sebaliknya mengklaim bahwa mereka mendidik ulang warga Uighur.

sumber : https://www.aa.com.tr/id/dunia/warga-uighur-di-turki-khawatir-rindukan-kerabat-di-china/2119473
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement