Dalam siaran di MRTV yang dikelola pemerintah, junta militer mengeluarkan peringatan protes massal yang lebih besar pada Senin. "Ternyata para pengunjuk rasa telah meningkatkan hasutan mereka terhadap kerusuhan dan anarki pada 22 Februari. Para pengunjuk rasa sekarang menghasut orang-orang, terutama remaja dan pemuda yang emosional, ke jalur konfrontasi di mana mereka akan menderita kehilangan nyawa," kata pernyataan dari Tim Informasi Dewan Administrasi Negara.
Ribuan pengunjuk rasa lain di kota utama Myanmar Yangon juga memenuhi jalan-jalan kota untuk memberikan penghormatan kepada para korban penumpasan hari Sabtu (19/2). "Ini bisa menjadi revolusi terakhir kami. Ini tidak hanya bergantung pada kekuatan sipil lokal tetapi bantuan dari luar dari PBB dan AS," kata mereka.
Sebuah tanda di Yangon berbunyi: "Berapa banyak yang harus mati sampai PBB mengambil tindakan?"
Dalam insiden terpisah pada Sabtu, seorang pria berusia 30 tahun tewas di Yangon saat berpatroli di lingkungan itu sebagai bagian dari inisiatif masyarakat untuk menjaga dari serangan malam hari oleh polisi.
Penggunaan kekuatan mematikan terhadap demonstran dikecam oleh PBB, Prancis, Singapura dan Inggris. Sementara Facebook mengumumkan bahwa mereka telah menghapus halaman utama militer. Tentara telah melanggar standarnya tentang larangan hasutan kekerasan.