Ahad 03 Apr 2022 20:00 WIB

Sri Lanka Blokir Akses Media Sosial di Tengah Gelombang Demo

Sri Lanka telah memblokir akses warga ke berbagai platform media sosial

Rep: Kamran Dikarma/Fergi Nadira/ Red: Christiyaningsih
Seorang biksu Buddha Sri Lanka, pendukung presiden Gotabaya Rajapaksa, memeriksa puing-puing akibat bentrokan semalam antara pengunjuk rasa dan polisi di dekat kediaman pribadi Presiden Sri Lanka di pinggiran Kolombo, Sri Lanka, Jumat, 1 April 2022. Sri Lanka telah memblokir akses warga ke berbagai platform media sosial pascagelombang demonstrasi.
Foto:

Mereka meneriakkan ketidakpuasannya atas pemadaman listrik bergilir hingga 13 jam sehari. "Orang-orang turun ke jalan ketika hal-hal tidak mungkin terjadi. Ketika rakyat turun ke jalan, para pemimpin politik negara harus bertindak bijaksana," kata Nishan Ariyapala, seorang warga pemilik toko berusia 68 tahun.

Polisi menangkap 53 orang serta memberlakukan jam malam di dan sekitar Kolombo pada Jumat lalu. Jam malam berlangsung pukul 18.00 hingga 06.00. Tujuan pemerintah menerapkan peraturan itu adalah untuk menekan gerakan protes sporadis lainnya.

Kekuasaan darurat di waktu sebelumnya telah memungkinkan militer untuk menangkap dan menahan tersangka tanpa surat perintah, tetapi ketentuan kekuasaan saat ini belum jelas. Hal ini juga menandai perubahan tajam dalam dukungan politik untuk Presiden Rajapaksa, yang berkuasa pada 2019 menjanjikan stabilitas.

Nihal Thalduwa, seorang inspektur senior polisi, mengungkapkan,664 orang pelanggar jam malam di tangkap di Provinsi Barat. Wilayah administratif yang turut mencakup Kolombo tersebut merupakan yang terpadat di Sri Lanka.

Langkah pemerintah menerapkan keadaan darurat dan jam malam serta memblokir media sosial dikritik para pengacara yang tergabung dalam Bar Association of Sri Lanka. "Telah terjadi kegagalan untuk memahami aspirasi rakyat dan untuk berempati dengan penderitaan rakyat negara ini," kata mereka dalam sebuah pernyataan bersama.

Mereka menekankan kebebasan berbicara dan aksi protes damai harus dihormati. Duta Besar Amerika Serikat (AS) untuk Sri Lanka Julie Chung mengingatkan warga Sri Lanka memiliki hak untuk melakukan demonstrasi damai. Chung menyebut kegiatan itu penting sebagai ekspresi demokrasi.

"Saya mengamati situasi dengan cermat dan berharap hari-hari mendatang membawa pengekangan dari semua pihak, serta stabilitas dan bantuan ekonomi yang sangat dibutuhkan bagi mereka yang menderita," kata Chung.

Para diplomat Barat dan Asia yang berbasis di Sri Lanka mengatakan tengah memantau situasi. Mereka mengharapkan pemerintah mengizinkan warga untuk mengadakan demonstrasi damai.

Saat ini Sri Lanka tengah menghadapi krisis yang terburuk dalam beberapa dekade terakhir. Para kritikus menilai krisis tersebut merupakan hasil dari kesalahan manajemen di bidang ekonomi. Pemerintah berturut-turut menciptakan dan mempertahankan defisit kembar, yakni kekurangan anggaran di samping defisit transaksi berjalan.

Krisis yang tengah dihadapi Sri Lanka diperparah oleh dampak pandemi Covid-19. Sektor pariwisata Sri Lanka cukup terpukul akibat peraturan larangan perjalanan yang diterapkan berbagai negara dalam rangka mencegah penyebaran Covid-19. Pemerintah Sri Lanka mengatakan mereka sedang mencari bailout dari Dana Moneter Internasional (IMF) dan pinjaman dari India dan China.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement