Kamis 03 Nov 2022 00:05 WIB

Kepada Erdogan, Putin Jelaskan Alasan Rusia Tangguhkan Kesepakatan Gandum

Rusia sebut kesepakatan koridor gandum digunakan untuk tujuan militer

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Esthi Maharani
 Presiden Rusia Vladimir Putin, kanan, berbicara kepada Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. Keduanya membahas tentang keberlangsungan kesepakatan koridor gandum Laut Hitam atau Black Sea Grain Initiative (BSGI).
Foto:

Rusia telah memperingatkan tentang bahaya penerapan kesepakatan BSGI tanpa partisipasinya. Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan, melanjutkan penerapan BSGI tanpa keterlibatan Rusia akan menimbulkan risiko.  “Dalam kondisi di mana Rusia berbicara tentang ketidakmungkinan menjamin keselamatan navigasi di wilayah ini, kesepakatan seperti itu hampir tidak mungkin. Itu mengambil karakter yang berbeda, jauh lebih berisiko, berbahaya,” ucap Peskov, Senin lalu.

Pada Sabtu (29/10/2022) pekan lalu, Rusia mengumumkan bahwa mereka menangguhkan penerapan BSGI. Penangguhan dilakukan setelah sejumlah kapal dan infrastruktur militer mereka di Sevastopol diserang pesawat nirawak (drone) Ukraina. Pada 22 Juli lalu, Rusia dan Ukraina menandatangani kesepakatan koridor gandum di Istanbul. Perjanjian itu ditekan di bawah pengawasan PBB dan Turki.

Dengan perjanjian tersebut, Moskow memberi akses kepada Ukraina untuk mengekspor komoditas biji-bijiannya, termasuk gandum, dari pelabuhan-pelabuhan mereka di Laut Hitam yang kini berada di bawah kontrol pasukan Rusia. Itu menjadi kesepakatan paling signifikan yang dicapai sejak konflik Rusia-Ukraina pecah pada 24 Februari lalu.

Rusia dan Ukraina merupakan penghasil 25 persen produksi gandum dan biji-bijian dunia. Sejak konflik pecah Februari lalu, rantai pasokan gandum dari kedua negara itu terputus. Ukraina tak dapat melakukan pengiriman karena jalur pengiriman dan pelabuhan-pelabuhan mereka berada di bawah kontrol Rusia. Sementara Moskow tak bisa mengekspor karena adanya sanksi Barat. Hal itu sempat memicu kekhawatiran bahwa dunia bakal menghadapi krisis pangan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement